Kemana perginya Air Comberan hendak menyapa Samudera? Estuaria –Muara.

Minggu, 01 Januari 2017

Mulai tahun ini 2017 ini saya mau coba main resolusi-resolusian. Biasanya saya gak pernah bikin resolusi, tahun baru ya tahun baru aja, cuma ganti kalender dan hidup berjalan sama seperti biasa.
Baru kali ini saya kepingin. Kebetulan lagi banyak hal-hal yang sedang saya usahakan, dan berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, saya harap usaha yang berbeda akan mendatangkan hasil yang beda pula –lebih baik sih, harapannya. Walaupun, kalau Anda mau, merubah strategi begini bisa kapan saja dan gak harus nunggu tahun baru.

Bagi saya pribadi, menjadikan momen Tahun Baru sebagai garis start cuma alasan visualisasi dan ketepatan moment. Saya bayangkan saya ambil sebuah baju dari lemari yang masih bau laundry. Atau sedang menarik lambar terakhir pada kalender sobek tahun 2016 dengan dramatis, meremas, dan melemparkannya bersama energi negative sejauh mungkin.

Nah kembali ke resolusi, saya mengevaluasi diri saya, bahwa pada tahun 2016 lalu jiwa saya seperti mengerontang. Saya menjadi sangat pragmatis sampai lupa menghidupi hidup. Saya kerja dan kerja untuk bertahan hidup sendiri di kota besar, tapi nyatanya tak pernah saya mrasa benar-benar hidup. Saya hampa. Kepada setiap orang saya bilang bahwa saya realistis, padahal saya gak lebih dari orang yang kesepian dan pesimis memandang masa depan. Akibatnya, saya selalu lupa bersyukur. Ya gimana mau bersyukur, saya tidak pernah membiarkaan diri dan jiwa saya menikmati apapun. Percayalah, saya melihat dunia sebagai tempat yang sangat sangat buruk waktu itu.

Padahal, dengan kacamata yang berbeda, saat ini saya melihat ada begitu banyak nikmat yang dianugerahkan Tuhan buat saya di tahun itu. Betapa tidak, tahun 2016 adalah tahun pertama di mana saya berhasil hidup mandiri sepenuhnya. Gaji saya tidak banyak, tapi cukup dan tak pernah sekalipun saya kekurangan uang sampai harus ngutang pada 365 hari di tahun 2016 itu. Oh, saya  bahkan berhasil menyisihkan uang tabungan untuk melakukan suatu ritual agama yang saya anut. Yang mana sama sekali tidak terbayangkan akan bisa saya capai..

Tapi gara-gara saking tidak bersyukurnya saya, nikmat-nikmat itu sama sekali tidak saya recognize. Saya tahu betapa jengkelnya Tuhan sama saya waktu itu.

Sampai kemudian saya tersadar, cara hidup seperti ini tidak mendatangkan kebahagiaan dan memutuskan untuk merubah strategi. Saya me-recall kembali apa sebenarnya cita-cita saya, bagaimana hidup dengan harapan-harapan yang memacu semangat berusaha, bagaimana menjadi berarti bagi sebanyak mungkin orang di sekitar saya…

Saya mendapati sebuah keberanian untuk merekonstruksi harapan-harapan. Saya pengen lebih berani bermimpi dan mewujudkan mimpi tanpa harus terbelenggu pada kegagalan di masa lalu. Saya tidak ingin jadi manusia yang pesimis dan pahit. Satu tahun kemarin biarlah menjadi pelajaran yang sangat berharga. Meski saya akui bukan cara hidup yang baik, saya tidak menyesal telah harus melaluinya. Saya tahu bagaimanapun hidup yang harus saya jalani di tahun 2016  menghantamkan kesadaran hingga saya terbentuk sedemikian rupa.

Detik ini, saya memandang 2017 sebagai tanah lapang yang menunggu saya garap. Dan saya, adalah petani yang baru keluar dari pusat kebugaran.



Jakarta, 1 januari 2017
11.42 WIB


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
a warm-hearted antagonist

Popular Posts